Thursday, January 13, 2011

1- si Edan Edun

1.      Si Edan Edun   
Biru langit tampak cerah dengan segudang senyum anak-anak berseragam putih merah. celoteh-celoteh nakal dan manja menjadi sebuah warna menggantikan indahnya pelangi di sore hari. "Awaaaaaas.....!" seorang anak lelaki bertopi hampir menabrak Ana dengan sepedanya, "Aaarrrggghhhh..... Reza..............! awas kamu....!!!" Ana terjatuh dan kemudian mulai berdiri mengejar Reza, tapi kemudian langkahnya terhenti dan mengingat sesuatu....
   "Iya Na... aku suka banget ma Dira, kamu mau kan bantuin aku? ya Na ya....? aku pengen tau dia suka gak ma aku, sebelum aku pindah ke Bogor" Ana ingat kata-kata Heni tadi pagi di kelas. "Duh... kasihan juga Heni, nggak ada salahnya aku bantuin dia" mata Ana mulai tajam mencari sesosok Dira, salah satu anak yang lincah, tapi akhir-akhir ini menjadi pendiam, "Tapi anak itu aneh... hmh... gimana caranya aku bantuin Heni. Apa aku tanya langsung aja ya sebelum les di mulai..." Ana mulai berpikir dan mencari-cari Dira.
   "Eh...Dira...tunggu...!" begitu melihat Dira yang lagi asyik maen sepeda, Ana langsung memanggil dan menghampirinya. "Aku boleh donk ikut naik sepeda kamu?" tanya Ana, "Mau pinjem sepeda aku?" Dira malah balik tanya, "Aku nggak bisa Dir, bonceng aja yach?" pinta Ana. "Haduh...Dira pasti deh curiga, aku kan gak semanja itu ma temen-temen yang laen, pake minta dibonceng sepeda segala lagi, ngomong apa sich aku nich..." Ana mulai kebingungan sendiri. Untungnya Dira baik dan tidak curiga, "Ya udah dech, ayo...!" ajaknya menunggu Ana naik ke sepedanya. Ana hanya tersenyum masih bingung, tapi apa boleh buat dia-pun naik dan sepeda mulai melaju memutari Sekolah Dasar yang sebagian baru selesai direnovasi.
   "Di...boleh gak aku tanya sesuatu?" Ana mulai tidak sabar mencari informasi temannya itu,
    "Hmm? apa Na?" Dira sedikit menoleh,
    "Kkkkammu...umm... kamu tau Heni kan?",
   "Iya...kenapa dia?"
   "Menurut kamu Heni tu orangnya gimana sich?"
   "Biasa aja, emang kenapa?"
   Ana mulai deg-degan... "Kamu suka gak ma dia Di...?"
   "Hahahaha... suka??? nggak Na, aku sama sekali gak suka ma dia..."
   "Berhenti...berhenti...!"
   Dira mengerem sepedanya, "Kenapa Na?" tanyanya kaget,
   "Nggak, udah ach... bentar lagi mau masuk tuch, aku duluan ke kelas yach....!" ujar Ana sambil meninggalkan Dira yang masih bengong lihat tingkah lakunya. **
   "Gimana aku kasih tau Heni yach... pasti dia sedih banget. Tapi kan kita masih kecil, siapa tau suatu saat Heni balik lagi kesini dari Bogor trus bisa ketemu Dira lagi dech, kali aja Dira suka ma Heni kalo mereka udah gede nanti. iya bener... aku bilang gitu aja dech ma Heni, biar dia gak begitu sedih..."
   Ana memasuki kelas dan duduk disamping Putri dan heni. "Ayo disiapkan dulu sebelum kita mulai belajar!" perintah pak Wawan setelah dia masuk dan duduk di depan kami. "Ssiaaap....berdoa, mulai!" seorang anak laki-laki dengan tegas menyiapkan semua murid dalam kelas. semua-pun mulai tertunduk dan berdoa, kecuali Ana... yang masih memandangi ketua kelas itu dan senyum-senyum sendiri. Itulah saat pertama Ana mulai menyukai laki-laki. First love but it's monkey love (Hwahahahahahahaaha......)**
    Esoknya, seperti biasa ketika istirahat Ana dan teman-teman dekatnya (Wiwin, Wenti, Fitri, Rika) diam di sebuah warung milik ibunya Wenti. Jajan gorengan.... itulah yang dilakukan mereka setiap istirahat. warungnya Wenti tidak jauh dari sekolah, hanya menyeberang dan jalan sedikit (tapi lumayan sich....jauh :-? )
   "Sakedap deui teh ujian nya? diteraskeun kamarana atuh ieu teh?" tanya mama-nya Wenti sambil memeberikan mereka gorengan, "Nya ka SMP atuh mah........." sahut Wenti.
   "Nya pan seueur... ka SMP mana?" tanya mama-nya lebih jelas,
   "Win mah duka, ka cibadak banguna teh........." jawab Wiwin sambil menggigit gorengan,
   "Fitri ge sami bu, ka Necis mah banguna moal lebet" giliran Fitri mengambil gorengan dan menggigitnya lahap,
   "Rika mah komo deui mah, pami Wenti mah banguna lebet ka Necis.... rengkinng wae tiap taun."
   "Aah.... masuk ka necis teh pan nem na kudu gede ka.... duka teuing atuh. si neng tah kamana?"
   "Duka atuh, hoyong na mah ka necis. tapi pan gak pernah rengking, nya gak mungkin meuanan... heheeh" Ana menjawab sambil senyum-senyum sendiri. Diantara mereka, Ana memang terbilang lemah dalam hal pelajaran. kerjaannya masih mencontek dan belum bisa mandiri mengerjakan sesuatu.
   "Ngomong-ngomong rengking nya, saha nya ke nu rengking hiji? Wenti apa si Boim?" tanya Rika,
   "C Boim mah cicing cicing ti ucing nya, cicingeun kitu eeeeh....tau na mah pinter ning..." tabah Fitri sambil mencelupkan gorengannya ke dalam mangkok sambel,
   "Aaah.... Wenti deui banguna mah..." jawab Wiwin mantap,
   "Ah tong sok kitu, si Boim da banguna mah" ujar Wenti,
   "Teu kabayang nya mun si Wenti jadian jeung si Boim, anakna pasti pinter pisan..." tiba-tiba Fitri membuat Ana tersedak, "Ough.......!" Ana menahan sakit gara-gara ketidakseimbangan antara kunyahan dan telanan (maksudnya...?). "Kamu kenapa na? mah nyuhunkeun cai mah, eta kana gelas!" pinta Wenti lalu ia menyuruh Ana minum.
   "Udah.......gak apa-apa kok" ujar Ana setelah minum,
   "Si Fitri sich, ngomongnya gitu.... gak tau apa si Ana suka ma si Boim?" kata Wiwin sambil menyenggol Fitri,
    "Hhhaaahh?! Na......? beneran?" Fitri terkejut,

   "Kamu suka sama Boim????" giliran Rika menghentikan kunyahannya karena kaget,
    "Pantesan atuh.......nanya-nanya wae tentang Boim, padahal mah....." Wenti mulai menggoda Ana,
    "Iiiich..... berisik atuh malu sama mama-nya Wenti kalo kedenger gimana! ssssst...." jawab Ana sambil bisik-bisik. 
**
     Sepulangnya Ana dari sekolah, seperti biasa dia langsung merebahkan tubuhnya yang gendut itu di kasur. "Hmmh.....Boim itu cakep, pendiem, gak kayak anak-anak yang lainnya. hehehe... kamu suka gak ya sama Ana... tapi kamu kan pinter, sedangkan aku... hhhhh... bener kata Fitri sich, dia lebih cocok dijodohin sama Wenti. mereka sama-sama pinter". Ana menatap langit-langit kamarnya... seakan wajah Boim ada diatas sana, "Hayoooo....lagi ngelamunin apa?" tanya Usi tiba-tiba. 
    Usi adalah anak dari kakak ayahnya Ana yang kebetulan tinggal dirumah Ana. Gadis berumur 16 tahun itu masih sekolah di tingkat SMU.
   "Ah teteh gangguin Ana aja... ko udah pulang sich? tumben... biasanya aku pulang teh Usi belum ada. 
   "Ah males lama-lama di sekolah mau ngapain?" jawabnya datar.
   "lagi kesel sama orang sich sebenernya..... gara-gara cowok, huufh..."
   "Ooh... ternyata teh Usi udah punya pacar yaaa.....?" goda Ana sambil colek-colek genit,
    "Bukaaaaaan... baru suka aja ko..." jawab Usi dengan muka memerah,
    "Teh... aku juga lagi suka sama cowok..." ujar Ana dengan polosnya,
    "Hahh? anak kecil kamu udah suka ma cowok.... dasar genit....!" Usi menjitak kepala Ana yang nong-nong (jidatnya lebar).
    "Teteeeh.... sakit taoo....!" rengek Ana sambil mengusap-ngusap jidatnya.
    "Tapi teteh jadi penasaran, kayak gimana sich cowok yang kamu suka itu....?"
    "Ah, susah diajak ngobrol teh, pendiem banget...."
    "Gimana kalo teh kenalan sama dia lewat surat?" tawar Usi iseng,
    "Mm... boleh teh boleh, sekalian cari tau... sebenernya dia suka ma aku gak yaaa..." jawab Ana semangat.
**
    Pagi itu, seperti biasa Ana pergi kesekolah diantar ayahnya dengan motor kantor. kebetulan kantor papah masih dekat dengan sekolah Ana, malah Ana sering datang ke kantor papah saat istirahat (minta uang jajan tambahan).
    "Pah... temen-temen Ana banyak suka bawa sepeda ke sekolah kalo jam les sore, Ana sama sekali belum bisa pake sepeda... gak punya sepeda-nya juga" Ana mulai membuka pembicaraan dengan ayahnya, "Ya belajar dulu, kan bisa minta diajarin temen-temennya. suruh pada main ke rumah aja..." jawabnya simple.
    Sesampainya di sekolah, "Papah kekantor dulu yach, jangan lupa nabung!" pesan ayahnya sebelum meninggalkan Ana. "Huuu... dasar, mentang-mentang papah kerja di bank, yang diingetin malah jangan lupa nabung... ckckckck... papah papah..." Ana menggerutu sendiri dalam hatinya sambil memasuki gerbang sekolah.
    **
    "Jagain put, jangan sampe da yang liat!" pinta Ana sambil membuka sebuah tas di atas meja ketiga baris kedua dari arah pintu.
    "Cepet Na, udah belum?" tanya sahabatnya dari sejak TK itu,
    "Udah...udah..." jawab Ana sambil mendekati Putri yang celingak celinguk mengamati keadaan di luar kelas.
    "Haduuu... ko deg-degan gini ya...?" Ana mengusap-ngusap dadanya,
    "Emang isi suratnya apaan gitu Na?" tanya Putri sambil duduk di meja dekat pintu, 
    "Ada dwech....hehehe...." bisik Ana sambil kemudian tertawa,
    "Huuhhh..." akhirnya Putri cuma bisa manyun aja.
**
    Satu hari....(Esoknya.....)
    Dua hari.....(Esoknya lagi...)
    Ana menunggu balasan yang tak kunjung jua ada, sampai akhirnya...
    "Nanti ya pas istirahat di belakang sekolah..." bisik Heri,
    Dan saat istirahat-pun, Ana menunggu Heri teman dekat Boim itu di belakang sekolah. seperti itulah jalannya surat-menyurat antara Boim dan Usi. lewat Ana dan Heri. sampai pada suatu saat....
    "Na... ada salam tuch dari Boim, hahahaha......" Rico menggoda Ana sambil memesan bubur mang Aday saat jam istirahat,
    Ana bengong, lalu meninggalkan Rico, nggak jadi beli bubur karena malu.
    "Put...." Ana menghampiri Putri yang lagi ngemut permen kojek sambil duduk-duduk di atas meja,
    "Kenapa Na?" tanya Putri,
    "Tadinya mau beli bubur, tapi males ah... darimana si Rico tau ya aku suka sama Boim?" tanya Ana sambil duduk lesu di kursinya,
    "Rico? dia tau? jangan-jangan dari Boim, atau gak si Heri tuch..." jawab Putri,
    "Tega banget sich mereka bikin malu aku..." ujar Ana.
    Setelah kejadian itu, akhirnya teman-teman Ana banyak yang tau tentang Ana yang suka sama Boim. dan Ana-pun malu. bahkan ketika Ana mengajak teman-temannya mengajari-nya sepeda di rumahnya itu, mereka malah membahas masalah Boim. Rico, Reza, Hendri... teman-teman dekat di SD-nya itu tau tentang Ana.
   "Jadi bener kamu suka sama Boim?" tanya Rico,
   "IYA... kalo gitu bantuin sekalian dech, kamu cari tau dia suka ma aku nggak..." ujar Ana, yang sebenarnya kesal karena malu.
   "Boleh...boleh...tapi ada imbalannya nanti ya...hehehe..." goda Rico sambil bersepeda di epan rumah Ana,
   "Na...hayu sini aku ajarin" teriak Hendri yang menghampiri Ana dengan sepedanya,
   Ana-pun meninggalkan Rico dan mulai diajari sepeda oleh Hendri, beberapa putaran di lingkungan kavling sekitar rumahnya itu. "Ah aku capek...giliran dong, aku pengen dibonceng aja..." rengek Ana, "Ah... dasar pemalesan. yawdah sok atuh..." sahut Hendri sambil pindah posisi, dia yang mengayuh sepeda dan Ana berdiri dibonceng di belakangnya. baru sebentar saja sepeda itu melaju, hampir jatuh di belokan rumah Beben tetangga Ana, "Aaaargh..." karena ketakutan akhirnya Ana turun dari sepeda padahal Hendri belum mengerem sepedanya, akhirnya Ana jatuh... sikut dan lututnya terluka dan celananya sedikit robek.
    "Ana...." Hendri berhenti dan membantu Ana berdiri,
    "Mm... sakit Ri...." rengek Ana,
    "Ah, kamu sich, maen turun aja...."
    "Aku mau pulang....hkhkhk..."
    Akhirnya hendri mengantarkan Ana pulang, "Yawdah atuh, besok lagi aja belajarnya ya. aku, Reza ma Rico pulang dulu..." ujar Hendri setelah luka Ana dibersihakan oleh ibunya.
    "Mau dibilangin gak ma Boim? biar ditengokin?" bisik Rico jahil sebelum meninggalkan rumah Ana,
    Ana cuma manyun aja sambil menahan perih....
**
    Esok paginya, luka Ana sudah mulai kering. hanya jalannya sedikit kaku karena lututnya yang luka sedikit perih beradu dengan rok sekolah yang dipakai-nya.
    "Kenapa tuch?" tanya heri,
    "Jatoh tuch gara-gara dibonceng si Hendri" jawab Ana,
    "Ooh... eh Na, ada surat dari Boim..." ujar Heri, "Tapi nanti istirahat ya....biasa, dibelakang sekolah!" Heri langsung meninggalkan Ana.
    "Iiih... kenapa gak sekarang aja sich..." Ana berjalan lagi memasuki kelasnya.
    "Lama amat sich pak Wawan masuk kelas-nya..." suara Wiwin terdengar dari belakang kursi Ana,
    "Wooi... si bapaknya lagi rapat jadi bebas...." tiba-tiba teriakan anak laki-laki membuat semuanya bersorak dan spontan keluar kelas, ada yang jajan, ada yang malah main loncat tinggi dan sebagainya.
    Heri memberikan isyarat kepada Ana, dia hendak menyampaikan surat yang dijanjikannya tadi pagi.
    Ana-pun ditemani Putri menemui Heri dibelakang sekolah.
    "Na, katanya ini surat terakhir...." ujar Heri,
    "Kenapa?" tanya Ana sambil mengambil surat di tangan Heri,
    "Yaaa... baca aja dech sendiri..." jawab Heri sambil meninggalkan Ana dan Putri.
    Ana mulai membuka suratnya, dan kemudian membacanya pelan-pelan...
    "Apa isinya Na?" tanya Putri penasaran,
    Awalnya muka Ana sedikit merona, lalu sedikit-sedikit alisnya naik, sedikit terkejut dan menghela nafas...
    "Dasar si Edan Edun!!!" Ana kesal dan menjuluki si penulis surat dengan kesalnya.

No comments:

Post a Comment