Tuesday, November 22, 2011

BUKAN JULIET

Kata orang… cinta itu BUTA. Benarkah??? Pernahkah kalian menonton sebuah film romantis? Bagaimana cinta itu tumbuh… Subhanallah… indahkan melihatnya? Apalagi merasakannya, teramat sangat indah. Katanya sich… :D
Namun, setelah tumbuhnya cinta itu, terkadang kita sebagai manusia belum faham harus dibawa kemana dan bagaimana mengolah cinta itu. Coba saja kita lihat cerita-cerita di sinetron atau film lepas. Ada yang ending ceritanya itu bahagia, ada juga yang akhir ceritanya malah buat kita kesal dan sedih (kayak film Titanic, sad ending khan?! Kalau Romeo and Juliet? Sedih juga…) seperti itu juga cerita cinta dalam dunia nyata. Aaah… jadi takut jatuh cinta… tapi nggak semua gitu kali yua?! ;) kalau kita tetap mengimbanginya dengan iman kita, janganlah mencintai makhluk lain melebihi cinta kita kepada sang maha esa, Allah SWT karena itulah yang membuat kita buta.

Berjuta ketakutan akan selalu hinggap
Membuat aku terkadang tersedu . . .
Jiwaku tak mampu membohongi diri
Begitu besar Yang Maha Agung berikan
Cinta dan sayang kepadamu kekasihku.
Dunia-pun menatapku heran . . .
Mengapa yang dulu seolah acuh
Kini berganti kelabu . . .
Mengapa yang dulu seolah ragu
Kini berganti erat tergenggam . . .
Mengapa yang dulu seolah dendam
Kini berganti jatuh dalam rasa . . .
Mengapa yang dulu seolah perwira
Kini berganti tak berdaya . . .
Akulah yang menangis dalam deritamu
Akulah yang menanti dalam perjuanganmu
Akulah yang kelak bersorak dalam kemenanganmu
Akulah gadis yang setia berada dalam hatimu

21:40:01
Dalam nafasku dan disetiap darah yang menjalar disetiap urat-uratku
Hanya ada satu cintaku . . .
Dalam hatiku dan disetiap langkah disetiap hari-hariku
Hanya ada satu cintaku . . .
Dalam sepiku dan disetiap mimpiku disetiap angan-anganku
Hanya ada satu cintaku . . .
Dalam jiwaku dan disetiap pelukku disetiap hangat belaiku
Hanya ada satu cintaku . . .
Demi Allah . . . Yang Maha Segalanya
Yang menciptakanmu cintaku . . .

20:36:42
Kungin kau tahu . . .
Sesungguhnya diriku rindukan sosokmu yang dulu . . .
Ketika putih abu masih menempel ditubuh,
Ketika cinta masih diam – diam tumbuh,
Ketika asa bergejolak mengecam raga,
Kuingin kau tahu . . .
Sesungguhnya diriku rindukan sosokmu yang dulu . . .
Tanpa harus mengulang waktu . . .

Aku masih asyik dengan beberapa puisi Adel… di depan cermin itu aku memandangi tawanya, candanya, bahkan tangisnya. Perempuan manis yang baik hati, sudah seperti bidadari saja… dia adalah perempuan yang sempurna di mataku, kadang aku iri padanya. Tapi sungguh dia sahabat yang paling baik yang pernah kukenal.
*
“Aku mau nikah…” ujar Adel sambil tersenyum,
“Beneran Del…? Congratulation say… akhirnya… your dream will be come true…!” aku langsung memeluk tubuh mungil Adel.
Sejujurnya aku tidak begitu yakin dengan rencana pernikahan Adel, tapi aku selalu membuang kekhawatiran itu jauh-jauh. Adel perempuan yang sangat polos. Setahuku dia adalah perempuan yang sangat kreatif dan antusias dalam menghadapi hal yang baru. Dia tidak pernah takut dengan hal apapun, keceriaannya selalu membuat aku dan teman-teman yang lainnya nyaman walaupun dia tidak pernah banyak bicara namun dia termasuk orang yang bijak dalam mengambil keputusan. Bahkan ketika aku sedang dalam masalah, dialah yang selalu menenangkanku.
Tapi setelah dekat dengan Jodi… segalanya berubah…
Dia tidak seceria dulu… sudah tidak pernah kulihat guratan senyum diwajah manisnya, bahkan ketika dia menceritakan rencana pernikahannya bersama Jodi. Lelaki aneh yang sangat dia cintai selama bertahun-tahun. Jodi terlihat begitu menyayangi Adel, dia bahkan tidak pernah malu memperlihatkan kemesraannya di depan umum. Namun bagiku itu terlalu berlebihan… Adel mungkin tidak pernah merasa terpaksa dengan apa yang dia lakukan untuk Jodi, tapi aku merasakan begitu sakitnya dikecewakan oleh orang yang kita cintai… itu yang dirasakan Adel.
Perjalanan cinta mereka sesungguhnya tidak begitu mulus, selama bertahun-tahun dari mulai kami duduk di bangku SMA… mereka selalu putus nyambung dengan berbagai alasan. Tapi tak kusangka, Adel yang selalu cepat bosan dengan lelaki ternyata mampu setia hanya untuk Jodi. Hingga mereka melanjutkan kuliah, walaupun di universitas yang berbeda mereka masih selalu meluangkan waktu bersama. Kadang aku iri pada mereka dan kadang aku bangga pada mereka… tapi itu tidak lagi setelah aku sadar mereka terlalu lama pacaran dan lama-lama sifat Jodi berubah. Kata pacaran-pun berubah tidak wajar dan tidak normal.
**
“Ta…gue ke tempat loe yach…” pinta Adel sambil menangis ditelepon,
“Kenapa lu Del?” tanyaku kaget setelah sebelumnya ada belasan telepon tidak terjawab darinya. Saat itu aku benar-benar sibuk dengan pekerjaan di kantor. Sebagai pegawai baru yang masih dalam masa percobaan, aku belum berani buka-buka hp saat kerja. Apalagi pekerjaan mbak Indah, admin sebelumnya banyak sekali. Aku harus mampu menyelesaikannya sebelum akhir bulan…
“Gue pengen cerita…” jawabnya dengan suara parau,
“Mmm… gue masih banyak kerjaan nich masih di kantor, kayaknya juga bakal pulang malem. Besok siang aja yach gue kerumah loe Del?”,
“Ya udah… gue tunggu ya Ta…” jawab Adel.
***
“Jo… aku nggak kuat, sakit. Bisa kan kamu kesini sekarang?” rengek Adel lewat handphonenya,
“Tapi aku lagi kerja Del… nanti sore lah yach?!” tegas Jodi,
“Aku nggak kuat Jo… kamu mau aku bilang sama mamah?” Adel mulai menggertak,
“Oke…oke aku kesana sekarang…!” jawabnya sedikit kesal.
Adel berbaring sambil menangis menahan sakit, mungkin karena obat yang diminumnya semalam sudah bereaksi atau mungkin karena dua hari ini Adel selalu minum obat tidur dengan dosis tinggi.
“Tok…tok…” ada yang mengetuk pintu kamar Adel,
“Siapa…?”
“Ada Kak Jodi didepan!” sahut Ina, adiknya dari balik pintu.
“Suruh kesini aja Na… Kak Adel gak kuat gak enak badan…!” pinta Adel,
Jodi masuk dan membuka pintu kamar Adel, “Kenapa kamu sayang…?” Jodi menghampiri Adel yang masih berbaring lemas.
“Perut aku sakit banget… badan aku juga lemes banget Jo… pusing kepalanya, aku nggak kuat bangun…” jawab Adel sambil menitikkan airmata,
“Udah dech Del jangan manja… ayo bangun…!” Jodi menarik lengannya,
“Aku bener-bener nggak kuat Jo… bawa aku ke dokter aja yach…” pinta Adel,
“Mau ke dokter apa?”
“Aku bener-bener nggak kuat Jo… kamu kasih obat apa sich kemarin?” Tanya Adel,
“Udah tenang aja. Nggak akan ada apa-apa, nggak usah ke dokter dulu. kamu percaya sama aku sayang yach…?”
Adel hanya mampu menangis menahan sakitnya, “Apa karena aku minum obat tidur juga ya semalam jadi malah kayak gini…”
“Apa…? Kamu minum obat tidur?” Jodi melihat ada bungkusan obat tidur di meja, “Kamu minum berapa tablet?” Tanya Jodi dengan nada tinggi karena kaget,
“Nggak tau Jo… aku semalam nggak bisa tidur jadi aku minum terus minum lagi…” jawab Adel setengah sadar,
“Adel… kamu ini kenapa sich???!”
“Drrrrrt…” Jodi membuka Hp-nya yang bergetar dan menerima panggilan,
“Hallo… iya kang… oh… iya… siap-siap, sebentar lagi saya kesana”
“Kamu mau kemana lagi?” Tanya Adel ketika Jodi menutup Hp-nya,
“Aku harus pergi dulu sayang, ada rapat dulu sebentar. Nanti aku kesini lagi, okeh?” begitu saja Jodi pergi meninggalkan Adel yang masih berbaring tak berdaya.
****
“Ah… sial, beberapa hari kerja aja badan gue dah lemes gini. Hmh… apa gue resign aja kali yach…” Aku melamun dan sesekali menatap cermin, tubuhku semakin kurus saja… jangan-jangan aku memang gak cocok kerja dikantoran. Aku mulai berbaring dan menatap langit-langit kamar sambil berpikir… kira-kira pekerjaan apa yang cocok untuk orang seperti aku ini. Mataku menangkap beberapa foto yang sengaja dulu aku tempel di dinding kamar. “Dulu badan gue lumayan berisi pake kebaya itu…”, aku pandangi foto itu… foto romeo and Juliet, aku dan kekasihku… hehehe…
Cerita cinta yang aneh… aku selalu merasa menjadi sangat istimewa jika berada didekatnya. Tubuhnya tidak begitu kekar, karena memang dia bukan atletik… tapi dia adalah sosok yang tahan banting selalu berusaha melakukan apapun hanya untukku. Wajahnya tidak begitu tampan, tapi selalu saja dia membuat aku cemburu dengan banyaknya teman perempuan yang dekat dengannya. Sikapnya memang sedikit arogan dan dingin, tetapi karena itulah dia mempunyai pendirian yang teguh dan selalu membuat perempuan tertarik untuk lebih mengenalnya termasuk aku.
*****
“Setan lu… brengsek…!!!”
“Heh… suruh siapa lu mau ma cowok brengsek kayak gue?”
Adel tak mampu menahan sakit didadanya… amarahnya memuncak seketika, semua kata-kata kasar keluar tidak seperti biasanya.
“Bisa gak sich loe sabar dikit aja Del…?” teriak Jodi,
“Gue udah nunggu loe bertahun-tahun dan loe bilang gue gak sabar? Gue mesti gimana lagi Jo? Sekarang keadaan udah kayak gini dan loe gak mau tanggung jawab?”,
“Bukan gue gak mau tanggung jawab, tapi loe harus sabar…” Jodi hanya mengulang kata yang sama,
“Kenapa sich loe gak ngehargain gue…? Pengecut! Gue benci sama loe! Setan!” amarah Adel seakan tidak terkendali lagi, ia menutup gagang telepon dan menangis sambil teriak-teriak kayak orang kesurupan…
“Punya apa loe mpe gue mau sama loe? Ganteng nggak, kaya nggak! Sialan loe udah ngegantung gue kayak gini! Loe kira gue gak bisa dapetin cowok yang lebih dari loe? Gue sumpahin loe nggak akan pernah bisa dapetin cewek yang lebih dari gue, dan semua sodara cewek lu bakalan ngerasain sakit yang lebih dari ini!” Adel bersumpah serapah saking kesalnya,
“Sayang… udah jangan teriak-teriak… malu sama tetangga…!” mamah mencoba menenangkan Adel, “Biarin… jangan sedih, biar nanti dia rasain sendiri kehilangan kamu kayak gimana. Biar Allah yang membalasnya” mamah membelai rambut Adel sambil memeluk tubuhnya yang semakin kurus.
“Aku nggak nyangka mah… dia tega udah buat aku menderita kayak gini. Sakit mah… Aku udah coba mempertahankan segalanya untuk dia, tapi dia malah menyia-nyiakan semua…”
******
“Adel… ya ampun… Adel gimana kabarnya sekarang…?” aku teringat Adel, terakhir kali aku janji mau menemuinya… dan sudah satu bulan… aku tidak tau kabarnya.
Aku bangun dan bergegas keluar rumah menemui Adel.
“Kemana aja loe Ta… hk…hk…hk…” Adel menangis sambil memelukku,
“Loe kenapa…?” tanyaku kaget,
“Kenapa loe baru datang? Gue sakit selama ini Ta… gue sakit… semua gara-gara Jodi… cowok brengsek yang udah ngancurin hidup gue Ta…”
“Maksud loe… ngancurin gimana? Bukannya loe mau nikah ma dia?” Tanyaku semakin tidak mengerti,
“Gue tau ini salah… gue sangat berdosa Ta, benar-benar kotor. Hubungan gue benar-benar sudah tidak wajar. Dan gue masih saja nurut sama dia, gue masih saja setia kayak orang bego. Bener-bener bodoh gue Ta…” Adel menangis lagi…
Aku hanya mampu menyeka airmatanya, “Gak apa-apa Del… nangis aja keluarin semuanya… cerita kalo loe pengen cerita… gue selalu ada disini buat loe…”
“Ta… gue sakit hati. Kenapa tidak ada seorang-pun yang mengerti dan belain gue? Kenapa mereka begitu egois? Gue sakit Ta…” Adel bercerita sambil tersedu-sedu, “Gue emang terlalu polos sampai gue rela ngasih apa aja buat Jodi termasuk kehormatan gue… gue kira dia bener-bener mau nikahin gue Ta…”
Kali ini aku memandangi Adel tak percaya… benarkah wanita seperti dia rela sebegitunya melakukan apapun demi Jodi??? Aku benar-benar tidak percaya.
“Dan akhirnya gue hamil…! Dia malah kasih obat buat ngegugurin kandungan gue Ta. Sampai gue sakit dan gak kuat, gue certain hal ini ma nyokap. Tadinya dia bilang mau ngebelain gue, pertahanin janinnya dan ngusahain gue tetep nikah ma Jodi. Tapi setelah dia ketemu ortunya Jodi… mereka semua malah berupaya gugurin kandungan gue. Mereka kasih gue berbagai macam obat, sampai akhirnya gue di bawa ke dokter dan... Mereka bilang kalau dipertahankan ini akan berbahaya karena gue udah minum macam-macam obat. Akhirnya gue nurut aja, karena Jodi janji mau nikahin gue setelah itu. Tapi apa yang gue dapet sekarang ta…? Setelah semua gue korbankan… gue sakit gue lemah gini, mana dia…? Mana keluarganya? Apa mereka perduli? apa yang mereka bisa lakuin buat gue?”
“Jadi sekarang janin loe…?”
“Udah nggak ada Ta…” adel menunduk dan menangis lagi, ada kepiluan yang tak berujung dimatanya… tak mampu kubayangkan betapa sakitnya ia menahan semua itu, “Loe tau kan itu dosa, dan ngebunuh janin loe itu tambah dosa lagi Del…? Loe nggak sayang ma diri loe?” Tanyaku agak kesal,
“Gue tau Ta… tapi gue gak punya siapa-siapa… semua mojokin gue, semua egois memutuskan itu semua tanpa mikirin perasaan gue. Sekarang mereka cuek aja seolah nggak ada apa-apa. Dan Jodi… dia seolah menjauh Ta… dia bener-bener berubah, dia udah gak sayang sama gue… dia udah nggak peduli ma gue Ta… sekarang gue sendiri”.
“Loe nggak sendiri Del… masih ada gue… loe harus berubah… inget Allah selalu ada buat hambanya”
“Berubah untuk siapa…? Gue udah nggak ada harganya, gue udah kotor begitu-pun dimata Allah. Gue udah ngecewain keluarga gue, ngancurin masa depan gue sendiri, dan sekarang gue dibuang gitu aja sama Jodi… buat apa lagi gue hidup…?” Adel mengambil sebuah gunting dari mejanya….tak sedikit-pun mendengarkan aku. Tak ada yang bisa kulakuan untuk Adel, sampai beberapa saat kemudian…
“Tok…tok…”, “Kak…?” Ina mengetuk kamar Adel,
“Kenapa nggak nyahut sich… Kak… Ina masuk yach…?” Ina membuka kamar Adel yang tak terkunci, “Astagfirullah… Kak…?” Ina kaget ketika melihat tubuh Adel terbaring dilantai dengan lengan yang berdarah.
“Kak… bangun…” Ina mencoba membangunkan kakaknya, lantas ia melihat kesamping tubuh Adel…
‘Entah untuk berapa lama aku menahan kesakitan ini… dan untuk apa untuk siapa?
Kenapa yang mereka tau hanya tentang dia… bukan aku…
Hingga aku yang tersudut… seolah kesalahan ada padaku…
Tidak akan sedikit-pun aku menyingkap segalanya…
Mereka tidak akan tau bahkan mengerti…
Bagaimana aku pertahankan cinta ini,
Biar sendiri ku simpan karena terbuang-pun akan tetap membekas,
Jika-pun ada satu pijakan, aku tetap rapuh tak berarti
Sampai habis waktu ini… masih ada cinta untuknya dan perih…
Namun jika aku tiada… aku tiada bukan seperti sang Juliet
Aku hanya serpihan kotor tak berarti’
Adelia Pramitha
“Kak Ita… kenapa kakak jadi kayak gini… hk…hk…hk…” Ina hanya mampu menangis setelah membaca selembar kertas putih kotor dengan noda merah tergeletak disampingnya. Sesosok wanita dengan tubuh mungil yang kurus dengan rambut pendek yang tak beraturan… pipi yang biasanya merona sudah kusam dan dingin, matanya sembab setelah satu bulan hari-harinya hanya mengurung diri dan menangis dikamar. Matanya hanya memandangi sebuah foto kecil, wanita berkebaya dengan lelaki berjas hitam yang digandengnya. Aku dan Jodi.
-The end-