Friday, February 17, 2012

PEREMPUAN DIBALIK PEREMPUAN


          Terik mentari begitu menyengat, keringat menguap… sore itu Adel asyik bermain game dikomputernya. Liburan membuatnya teramat sangat membosankan… tidak ada kegiatan yang bisa dilakukan, kepalanya penuh dengan rasa kekhawatiran dan takut menghadapi hal-hal baru.
          Sejenak ia menghentikan gerakan jarinya diatas mouse, “Bagaimana kabarnya…?” sesekali Adel merenung… entah apa yang dipikirkannya, tiba-tiba saja ia ingat lagi masa lalu yang sempat merenggut nyawanya. Adel meraih handphone-nya dan mencari sebuah nama dibarisan huruf ‘J’.
          “Masih aktif nggak yach…” Adel bertanya dalam hati dan ia mencoba mengetik sebuah nama lalu mengirimkannya. Ia terdiam sesaat… lalu melirik layar handphone-nya… berharap ada sebuah balasan… namun tetap tak ada. “hmmm… mungkin dia udah genti nomer…” bisiknya sedikit kecewa.
          Karena bosan Adel mematikan komputernya dan lalu ia menyalakan TV, menonton sebuah acara reality show yang dibintangi seorang pelawak kocak yang menghipnotis sepasang kekasih agar mengeluarkan unek-uneknya. Sesekali ia tertawa kecil melihat kekocakan pelawak dan orang yang dihipnotisnya…
          Tiba-tiba Hp Adel bunyi, ada panggilan dari nomer yang tidak ia kenali. Adel mengangkatnya, “hallo…” suara yang tak asing lagi ia dengar dari sana… sedikit kaget… “Benarkah…?” bisik Adel dalam hati, masih tidak percaya siapa yang meneleponnya saat itu.
          “Hai del… gimana kabarnya?” Tanya Joe dari sana,
          “Aku baik-baik saja Joe… kamu sendiri?” Adel menjawab dengan nada yang aneh, ia masih dalam kondisi kaget dan bingung entah harus seperti apa menjawabnya.
          “Yaaa… aku sich masih gini-gini aja. Mamah gimana sehat? Adik-adikmu…?” Tanya-nya lagi dengan suara yang khas.
          “Mereka sehat…” jawab Adel singkat, ia benar-benar bingung… jantungnya serasa mau copot… deg-degan dan akhirnya hanya mampu terdiam.
          “tumben kamu sms Del… ada apa?” Tanya Jodi lagi,
          “Ummm… nggak apa-apa sich… Cuma pengen tau kabarnya aja” jawab Adel terbata-bata, ingin sekali ia menutupi rasa rindunya, namun ia tak mampu mengelak dia yang terlebih dulu mengirim pesan lantas apa alasannya… ia sendiri tak mengerti…
          “Oh… jadi Cuma iseng aja yach…” ujar Jodi,
          Adel tidak menjawab, ia hanya terdiam. Lantas mereka saling diam.
          “Ko diem aja…?” Tanya Adel sadar suasana menjadi sepi.
          “Gak apa-apa… ya udah nanti aku telepon lagi dech… dah Adel, assalamu’alaikum…”
          “Wa’alaikumsalam…” Adel menutup handphone-nya lalu terpejam… menghela napas panjang sampai akhirnya bening bening airmata menetes membasahi pipinya… ia menangis tersedu-sedu… merasa sakit-nya kembali terasa dan sangat membekas.
          Tiba-tiba Hp-nya berbunyi, ada sms masuk…
          ‘kalo ada apa2 yang aku bisa bantu bilang za… gak usah canggung, aku nunggu keajaiban za, gak tau hidup dah gak jelas’
          Adel tersenyum sinis setelah membaca kata-kata itu… “Kalau ada apa-apa??? Heuh… dia pikir dia siapa… kemana kamu ketika aku butuh? Kamu tidak pernah ada…” Adel diam lalu ia mengetik kata-kata bijak ia mencoba menahan amarahnya.
          ‘Aku pengen cerita sama kamu… agar aku nggak ada beban, boleh?’ Tanya Joe di smsnya,
          ‘apa? Cerita aja…’
          ‘aku sering mimpiin kamu Del…’
          ‘mungkin karena aku kangen kamu jadi aku dateng ke mimpi kamu… hehe… ah sudahlah, mimpi itu kan Cuma bunga tidur aja’ jawab Adel mencoba menyelipkan candaan walau sesungguhnya ia memang merindukan Jodi.
          ‘kamu tau… aku sering keluar malem Del, tubuhku makin kurus saja. Semua udah gak karuan… gak tau mesti ngapain. Aku tak seindah dulu… sudah buruk makin buruk…’
          Adel menghela nafas panjang, ia berfikir sejenak lantas mulai mengetik ‘aku tidak bisa membohongi diri sendiri, aku masih sayang kamu… dihati aku Cuma ada kamu… kamu yg dulu’
          ‘meskipun aku mencintai perempuan lain?’
          Adel terbelalak… ia mengingat kejadian-kejadian sebelumnya… dulu ketika berkali-kali Jodi selingkuh, berkali-kali dia dekat dengan perempuan lain…
          ‘aku tidak perduli kamu mencintai siapa… yang pasti aku masih sayang kamu mencintai kamu walau aku tau kita sudah punya kehidupan sendiri-sendiri…’ Adel menaikkan sebelah alisnya… ada makna lain dari semua kata-kata itu…
          ‘alhamdulillah… makasih yach, aku ingin terbuka semua tanpa ada sedikit-pun niatku untuk menyakiti kamu meski terlihat dan terasa aku yang menyakitimu’
          Adel tersenyum membaca balasan pesan Jodi, “terlihat…??? Kamu jelas-jelas menyakitiku Joe…” Adel berkata dalam hatinya… lantas ia mulai mengetik lagi… ‘siapa perempuan yang kau cintai…?’
          Jodi mulai menceritakan semuanya… semua perempuan yang terlibat hubungan dengannya. Mereka tau Jodi ketika itu masih kekasih Adel, namun mereka… perempuan-perempuan itu mau saja dijadikan yang kedua… dijadikan cadangan… dijadikan tempat dimana ketika Jodi tak menemukan apa yang ia inginkan dari diri Adel maka datanglah ia pada perempuan-perempuan itu… perempuan-perempuan yang lebih sabar dimata Jodi. Perempuan yang tidak selalu marah-marah seperti Adel, perempuan yang tidak posesif seperti Adel. Sampai akhirnya ia mengakui hubungannya dengan perempuan terakhir yang pernah Adel temui. Perempuan… yang sudah bersuami bahkan sudah memiliki dua anak. Adel pernah menemui perempuan itu hanya untuk memastikan bahwa tidak ada hubungan diantara ia dan Jodi, dan yang Adel dapat saat itu ternyata suatu kebohongan. Perempuan itu tidak mengakuinya, bahkan Jodi lebih memilih diam dan balik memarahi Adel dengan alasan malu masalah kecil dibesar-besarkan dengan melibatkan perempuan lain.
          Adel mengusap dada… ia mencoba tuk sabar, setidaknya ia sedikit lega… karena semua Tanya yang ia pendam selama ini terungkap… terjawab sudah. “kau benar-benar tega membohongiku…” Adel menangis lagi… tak tahan rasanya sakit itu… sangat mengiris hatinya.
          ‘aku sadar ini salah… tapi entahlah… entah ini cinta atau hanya nafsu saja. Dia juga begitu egois, tapi aku bisa terima meskipun suatu saat nanti aku terima dia sebagai janda’ Adel terbelalak lagi ketika membaca sms Jodi yang ini, kali ini Adel benar-benar kecewa… “sepertinya kau memang mencintai dia Joe…” Adel menahan sakitnya… bening-bening airmatanya terus menetes dikedua sudut matanya.
          ‘Aku capek kaya gini Del… aku slalu menuntut orang tuk menerima aku apa adanya, tapi aku pun gak bisa menerima orang lain apa adanya. Dia udah jadi milik orang lain, kenapa aku yang kebakaran jenggot jauh darinya’
          ‘Kalau kamu cinta sama dia… seharusnya kamu bisa merelekan dia memilih yang terbaik’ jawab Adel
          ‘Aku bener-bener lelah Del… aku semakin gak tentu arah… kata orang ibadah agama cinta itu bagaimana kitanya… tapi itu tidak berlaku untukku Del. Cinta itu apa sich? Aku sekarang jauh dari ibadah… bingung jadinya menghadapi hidup yang kaya gini… dimanakah Tuhan yang katanya punya segalanya bisa segalanya…’
          Adel tersenyum sinis, ‘Tuhan selalu ada dekat dengan kita namun kita saja yang selalu menjauhinya…’
          ‘Aku dah gak percaya lagi Del…’
          “heuh… kamu memang bodoh… dulu kamu yang selalu ingatkan aku tuk mendekatkan diri pada Allah… sekarang Cuma karena jabatan segala ada dan wanita… hidupmu jadi seperti itu…”
***
          Adel sudah segar dengan udara pagi dan embun-embun yang masih menempel didaun-daun hijau pekarangan rumahnya. Pagi itu ia tengah menjemur pakaian, sambil asyik mendengarkan lagu-lagu yang ia putar diruang tengah.
          Setelah semua pakaian basah itu ia jemur, matanya terpaku pada jalanan kosong yang masih sedikit diliputi kabut. Ia masih sering membayangkan seseorang dating dari sana… seseorang yang selalu ia sambut dengan riang, seseorang yang selalu ia sambut dengan senyuman, seseorang yang selalu ia sambut dengan kecupan. Adel tersenyum sendiri dan lalu meninggalkan halaman, ia masuk keruang tengah dan duduk dikursi panjang. Melepas penat sejenak, keringat masih menguap di dahinya setelah beberapa pekerjaan rumah ia kerjakan dari subuh.
          Adel meraih handphonenya, ia membaca kembali sms Jodi kemarin. Pandangannya sedikit menerawang… lalu mengingat kejadian-kejadian lalu… “tidak kusangka… kenapa kau bisa menceritakannya padaku…? Kau menyakitiku, tau aku mencintaimu lantas kau malah bercerita bahwa kau mencintai perempuan lain? Sungguh kejam…” Adel menyimpan handphonenya dan kembali menyelesaikan semua tugasnya dirumah.
***
          “Lu jadi kerumah si Rahma?” Tanya Binar sambil asyik BBM-an,
          “Kemaren sich kita janjian ketemuan diluar, tapi gue belum sms dia lagi” jawab Adel sambil memakai pelembab dan menambahkan ulasan bedak padat diwajahnya setelah segar karena udah mandi ;)
          “Bareng aja keluarnya, gue juga ada perlu ko mau ke mall sebentar…” ajak Binar,
          “Boleh boleh…” sahut Adel,
          “Ya udah sana lu genti baju…” ujar Binar yang masih melihat Adel pake baju tidur.
          Mereka-pun keluar rumah dan menuju rumah Rahma. Sesampainya disana, sebuah pesan muncul di handphone Adel,
          ‘kamu lagi dimana? Ketemuan yuk…’
          Adel kaget, ia membaca ulang pesan yang dikirim dari nomer Jodi. “haduh… gimana nich… apa yang harus aku lakukan nanti kalo ketemu dia, mesti gimana…” Adel sedikit resah.
          “Kenapa lu Del…?” Tanya Rahma,
          “Ma… sebenernya kemaren-kemaren Jodi ngehubungin gue lagi” ujar Adel,
          “Ngapain dia ngehubungin lu lagi? Ngerasa bersalah…?” Tanya Rahma,
          Adel menceritakan semuanya, “Disatu sisi… gue ngerasa lega karena semua rasa penasaran dan semua pertanyaan gue itu kejawab, tapi disisi lain gue tambah sakit dengan denger dia cinta sama cewek itu… tega banget dia…” jelas Adel.
          “ya udahlah… sekarang loe tau kan ternyata dia itu nggak baik buat loe...” ujar Rahma, “ya pastilah… kalo udah sayang kita susah ngelupainnya, tapi dengan kesalahan dia yang kaya gitu… dia tuch nggak pantes disayangi, nggak pantes buat loe Del…” tambah Rahma.
          Adel terdiam… ia menatap Rahma lalu berkata, “gue pengen ngebales dia, buat dia sakit… buat dia terpuruk…”. Tak lama handphone Adel bunyi, ada panggilan masuk… “Hallo…”
          “Del… kamu dimana? Gimana mau nggak ketemuan sama aku?” Tanya Jodi,
          “Oke… nanti yach aku masih dirumah temen nich” jawab Adel sambil melihat jam dinding dirumah Rahma.
          “Oke… nanti kabari lagi”
          Adel menutup Handphonenya, ia melamun… banyak hal yang ingin ia lakukan ketika bertemu Jodi nantinya. Banyak sekali khayalan-khayalan yang kurang baik, inginnya untuk menghajar mukanya, memukuli tubuhnya, menendang kakinya, menusuknya, membunuhnya… semua hal negative terpikir dan sangat ingin ia lakukan kepada Jodi, lelaki brengsek yang sudah menghancurkan hidup Adel.
          ***
          ‘aku udah difoodcourt’ sms masuk ke handphone Adel,
          Adel melangkahkan kakinya menaiki escalator dan menuju foodcourt mencari sosok Jodi yang sudah hampir satu tahun tidak pernah ia temui. Matanya menangkap sosok lelaki tinggi berjaket hitam sedang duduk dikursi sambil asyik merokok. Adel mendekatinya, ada senyuman dan pandangan yang sedikit canggung disana.
          “hey…” Adel tersenyum memandang Jodi yang sedikit kaget melihatnya,
          “Hai… Del…” mereka-pun bersalaman, Adel duduk tepat didepan Jodi.
          “Nggak kerja hari ini?” Tanya Adel membuka pembicaraan,
          “Tadinya sich mau ke Bandung, tapi nggak jadi. Besok mungkin ke Jakarta sampai hari senin” jawabnya sambil sesekali menghisap rokok.
          Mereka saling bertanya… bergiliran… basa basi… sampai akhirnya Jodi membahas masa lalu,
          “Sebenarnya aku bingung harus gimana, aku malu sama kamu… mamah kamu… keluarga kamu… aku udah ngecewain mereka tapi tidak ada kata maaf, aku nggak dateng tuk minta maaf… aku bingung aku takut aku malu…” jelasnya,
          “Kamu nggak usah minta maaf… udahlah… jangan khawatir” ujar Adel, “Kesalahan kamu terlalu besar percuma minta maaf-pun tidak akan pernah termaafkan” bisik Adel getir dalam hatinya.
          “Makasih yach Del… kamu udah bijak mau ngertiin aku…” ujar Jodi,
          Adel memandangi Jodi, lukanya terasa lagi… luka yang sangat dalam masih basah tidak sedikitpun ia perban.
          “Joe… aku sangat ingin membunuhmu… tapi mengapa ketika saat ini… saat aku bertemu denganmu… kau ada dihadapanku… aku malah diam dan hanya tersenyum… kenapa bukan kemarahan yang keluar? Kenapa bukan kebencian yang tercurah… kenapa harus hanya diam dan tersenyum…?” Adel bertanya-tanya dalam hati… ingin rasanya ia pergi dari tempat itu… berpaling dan tak lagi menatap lelaki itu… namun ia terus menahannya… menahan perih yang masih sangat terasa menyakitkan.
          “Kamu kenapa?” Tanya Jodi yang membaca gelagat aneh Adel,
          “nggak apa-apa… aku masih nggak percaya aja bisa ketemu kamu disini…” jelas Adel.
          “Gimana perasaan kamu sama aku sekarang Del?” Tanya Jodi,
          Adel tersenyum sinis, “pertanyaan yang tidak penting… bagaimana perasaan aku itu sudah tidak penting…” jawab Adel,
          “Hmm… ternyata kamu masih kayak dulu yach… sinis, jutek, saklek kalo ngomong langsung pada intinya” Jodi sedikit tidak nyaman dengan sikap Adel yang mulai menyudutkannya.
          “Itulah kamu… galak, makanya dulu aku takut sama kamu. Tapi anehnya… aku bisa kasar sama cewek-cewek laen… sedangkan sama kamu nggak pernah sedikitpun aku kasar sama kamu kan…?”
          Adel hanya terdiam dan mengangguk… ia mengingat masa lalunya, Jodi memang tidak pernah sedikitpun main tangan… malah Adel yang dulu pernah menamparnya dan bahkan menendangnya…
          “Yaaa… dulu kamu pernah pukul aku karena aku memang salah waktu itu…” ujar Jodi, “tapi mereka… bisa lebih sabar ngadepin aku… sedangkan kamu cepat marah… itu yang aku nggak suka” tambah Jodi.
          “Udahlah Joe… itu udah jadi masa lalu kita, aku saying sama kamu… sampai saat ini belum ada lelaki manapun yang bisa menggantikan Jodi di hati aku… Jodi yang dulu… karena aku tidak mengenal Jodi yang sekarang” ungkap Adel.
          “Iya kamu bener Del, Jodi yang sekarang udah berubah… udah nggak kayak dulu” ujar Jodi mengeluh akan dirinya yang merasa terpuruk dengan hidupnya yang serba tidak jelas. “Aku juga tidak bisa hidup tenang kaya gini itu karena aku pernah melakukan kesalahan sama kamu Del…”
          Adel tersenyum… “Joe… Aku pertama kenal pacaran dan mulai tau seperti apa itu cinta karena aku mengenalmu… kamu orang pertama yang aku cintai… dan aku pernah berharap ingin sekali kamu jua nanti yang akan menjadi cinta terakhir dalam hidup aku. Aku mencintai seorang Jodi… sampai saat ini. Tapi Jodi dimataku sudah mati… sudah tidak ada. Karena sekarang aku tidak mengenalimu Jodi yang baru… aku menganggap kamu orang baru Joe karena kamu sangat berbeda dengan Jodi yang aku cintai. Kamu yang ada dihadapan aku sekarang adalah Jodi, hanya seorang teman biasa sama seperti yang lainnya…” jelas Adel sambil menahan pedihnya.
          “Jangan membuat aku semakin merasa bersalah Del… aku nggak tau mesti gimana, kata maaf gak akan cukup membayar semua kesalahan aku sama kamu…” keluh Jodi.
          “Jangan berkata seolah-olah kamu merasa bersalah… aku memang membencimu Joe…”
          “Lantas dengan apa aku bisa membalasnya?”
          “Ah sudahlah… aku harus pulang. Udah sore…” jawab Adel mengalihkan pembicaraan.
          “Makasih yach kamu udah mau ketemu aku Del…”
          Adel hanya tersenyum… seperti biasa senyuman manis… “Kata maaf saja memang tidak cukup Joe, aku senang melihatmu terpuruk saat ini dan aku akan membuat perempuan itu mencariku seperti dulu aku mencarinya… kamu tidak akan pernah tenang Joe… kamu harus merasakan sakit yang dulu aku rasakan…” janji Adel pada dirinya sendiri sambil menatap Jodi yang melangkah pergi.

(lanjutan 'Aku tidak mengenal Valentine') - salam 'ntar ;) 

No comments:

Post a Comment